Aku Dan Badai Merapi


Hai sobat keong, kali ini saya akan menceritakan perjalanan ke dua saya di hutan. Cerita kali ini saya akan menceritakan perjalanan menuju atap Gunung Merapi, perjalanan kali ini tidak jauh beda bodohnya dengan perjalanan saya di Gunung Ungaran pada postingan yang lalu tentang “Kebersamaan Loyalitas dan Persahabatan” . Sebuah perjalanan yang menurut sobat keong mungkin perjalanan yang bodoh.

Kenapa tidak bodoh, kami dari gubuk keong berangkat empat orang, kami membawa perlengkapan pendakian yang minim bahkan bisa di bilang tidak membawa perlengkapan soalnya tenda yang harusnya wajib dibawa kita tidak membawanya dan sama sekali tidak tau medan Gunung Merapi waktu itu, bermodalkan cari-cari informasi di internet kami bertekat untuk menuju puncak. 

Waktu itu hari yang kami pilih seperti biasa sabtu dan minggu, hari sabtu itu saya dan temen-teman meninggalkan sejenak aktifitas dan rutinitas yang membuat saya jenuh. Sebelum melanjutkan cerita saya mau Sayonara dulu ya sobat keong, Selamat tinggal Kota Semarang *yang panas, Selamat tinggal Gubuk Keong *tercinta, Selamat tinggal Kampus*tempat mistis, dan selamat Tinggal tugas *yang horror. 

Setelah sayonara dengan kegiatan yang membuat jenuh, saya dan teman-teman melanjutkan menuju New Selo. New Selo adalah tujuan kami untuk melakukan perjalanan di puncak merapi. Kami naik bus dari terminal Semarang menuju terminal Boyolali dan di terminal boyolali kita naik bus mini menuju New Selo. Kita berangkat jam Sembilan pagi sampai new selo jam empat sore. 

Setelah sampai new selo kami tidak langsung melanjutkan perjalanan tapi, beristirahat sejenak di basecamp barameru, sebuah posko pendakian buat orang-orang yang mau mendaki gunung merapi. Basecamp ini menjual banyak asesoris pendakian seperti emblem,stiker,senter dll selain menjual asesoris basecamp ini sebagai tempat regestrasi dan sebagai tempat peristirahatan setelah atau sebelum melakuan pendakian di gunung merapi. 

Sesampainya di basecamp barameru kita beristirahat sejenak dan merehatkan badan setelah menempuh perjalanan yang melelahkan,*kayak saya jalan aja kan kita naik bus. kita memutuskan melakukan perjalanan jam 10 malam, bukan karena sombong loh sobat keong karena kita tidak bawa tenda makanya kita jalan malam takut di atas kedinginan menunggu terbitnya matahari. 

Setelah sekian lama menunggu jarum jam menunjukan jam 10 malam saya dan tim bersiap-siap untuk melakukan perjalanan, tim pada sibuk menata perlengkapan dan saya juga sibuk melihat temen-teman yang lagi menata perlengkapan, soalnya temen-temen tau kalo saya ini jalanya seperti keong makanya saya disuruh bawa tiker saja. teman-teman berharap perjalanan yang kedua ini saya tidak banyak ngeluh dan bisa sampai puncak karena perjalanan pertama di gunung ungaran tidak sampai puncak. 

Di dalam hati saya cuma bisa bilang saya pasti bisa dan saya yakin bisa sampai atas tanpa mengeluh. Setelah semua siap kami semua mengeluarkan senter dan mulai menapaki jalan setapak demi setapak, yang saya lihat hanya gelap dan berkabut dari yang tadinya kanan kiri jalan perkebunan warga dan akhirnya kanan kiri hutan. Dari empat orang saya paling depan lo sobat bukan karena tau jalan atau jalanya paling cepat tapi teman-teman menyuruh saya di depan karena kalo saya kecapean biar tau dan tidak ketinggalan, *itu niat temen-teman menyuruh saya di depan. 

Dua jam kami berjalan, jalan setapak yang tadinya tanah berubah menjadi jalan setapak berbatu, rasanya berat sekali kaki saya untuk melangkah dan angina malam itu bertiup kencang serasa menembus kulit, saya meminta waktu kepada tim untuk beristirahat karena rasa lelah yang sudah kurasakan, saya mencari tempat yang lapang dan rata untuk beristirahat sejenak. Setengah jam saya beristirahat rasa dingin itu makin menjadi-jadi. Saya mengeluarkan baju dua pasang dan jaket untuk saya pakai *maklum dulu saya belum tau perlengkapan gunung jadinya kayak orang gila saya memakai baju dan celana rangkap tiga udah kayak orang gila pakaian saya. 

Tutup kepala pun sudah ada butiran-butiran es, mungkin waktu itu suhu di sini mencapai minus, angina dan kabut berhembus kencang jarak pandang senter yang kami bawa waktu itu cuma pendek karena tertutup kabut. Rasa ngantuk pun datang pada saya teman-teman berusaha mengajak bicara trus kepada saya supaya tidak ada yang tertidur dalam kondisi kedinginan karena bisa kena hipotermia (penyakit yang di derita di gunung) sambil membuat makan dan minuman yang panas supaya badan kita tidak kedinginan. 

Mulut saya pun mulai mengeluh dan mengeluarkan caci maki karena tidak kuat karena dingin waktu itu, teman-teman mengingatkan bawasanya jangan sampai bicara yang tidak-tidak karena bahaya, tapi saya tidak mendengarkan apa kata teman saya terus mencaci maki, bahkan saya bilang ke teman-teman kalao kita berdiam diri di sini terus kita bisa *meninggal karena kedinginan. 

Saya mengajak tim untuk melanjutkan ke atas atau turun, mungkin waktu itu saya sadar bahwa otak saya sudah terserang dan fisik saya juga terserang, hanya caci maki yang saya lontarkan malam itu, suasana hening seperti tidak ada hewan satupun yang menyaingi caci maki waktu itu. 

Dalam hati kecil saya sudah tidak yakin melanjutkan perjalanan ini, karena cuaca kabut,angina trus menerus menimpa tim saya untuk melakukan perjalalan ke puncak. Seakan alam ini gak mengijinkan tim kita untuk naik waktu itu. KITA HARUS NAIK!! Suara itu terdengar keras dari telinga saya yang sedang melamun, ternyata suara itu dari salah satu teman saya yang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. 

Salah satu teman saya berbicara kepada tim, percuma kita sudah jauh-jauh sampai sini kalo hasilnya turun dan hanya dapat badai sama lelah saja, teman itu membuka catatan yang isinya informasi jalur pendakian yang di cari lewat internet sebelum berangkan. Dan teman itu pun bilang kalo pemberentian kita ini sudah tidak jauh lagi sama puncak. 

Karena semua setuju dan yakin akhirnya tekat saya muncul kembali setelah tadinya putus asa untuk melanjutkan perjalanan kepuncak. Setelah kita berkemas barang bawaan masing-masing kita berjalan setapak demi setapak, badai itupun tidak kunjung hilang jarak pandang kita semakit tidak terlihat saya meminta teman-teman bergandengan supaya tidak ada yang tersesat. 

Tiga jam kami berjalan dan banyak berhenti karena saya kecapean dan akhirnya kita sampai puncak jam 7 pagi bulan juli-2009. walapun yang kita kejar itu sebenarnya sunrise tapi ternyata tidak bisa terlihat karena terhalang kabut tebal, kabut itu manghilang jam 10 pagi. 

Pelajaran kali ini yang di berikan ke alam yakni sebuah pelajaran yang sangat berharga di dalam kehidupan keseharian kita, untuk mencapai sukses/ mencapai sebuah keberhasial itu seperti naik gunung dimana kita harus berusaha dengan keras walaupun badai menerpa dan keyakinan diri kita mampu sampai puncak di situ sobat keong akan menemukan puncak kesuksesan dan mencapai puncak keberhasilan.dan yang pasti jangan ada kata cacimaki karena caci maki bukan memperlacar perjalanan tp malah menimbulkan perjalanan seperti pendakian kali ini badai tak kunjung hilang.







Baca Juga Artikel Terkait Lainnya

Thanks For Your Comment Here