Ini kali pertama saya mencoba camping di sebuah pantai, yang dulunya saya sering camping di gunung di hutan yang rata-rata suhunya dingin. Kali ini saya mencoba hal baru, dimana untuk mencoba camping di pantai, tujuan saya camping di pantai itu pengen melihat matahari terbit dan matahari tenggelam di pantai.
Waktu itu saya dan teman-teman merencanakan camping disebuah pantai di daerah Kota Jepara yang terkenal dengan ke keindahan pantainya, katanya salah satu teman yang sudah pernah mengunjungi pantai tersebut. Pantai ini sangat jarang di kunjungiin dan belum banyak orang yang tahu lokasi karena pantai ini tersembunyi.
Pantai yang saya kunjungi ini bernama pantai bondo untuk menuju lokasi pantai dari kota Jepara kurang lebih perjalanan di tempuh selama 45menit. Perjalanan kali ini saya di temani kawan-kawan semasa putih abu-abu, ada Ryan,Sukma,Hadi,Huda dan saya sendiri.
Sebelum berangkat kami berkumpul di salah satu rumah temen saya Huda disana kami berkumpul untuk mempersiapkan perbekalan layaknya ingin mendaki gunung, perlengkapan kita bawa ada tenda,kompor,nesting (dibaca: tempat memasak). Setelah mengecek semua barang untuk perlengkapan tim saya rasa sudah cukup aman untuk menginap satu hari di pantai ini.
Setelah menyiapkan perlengkapan tim lalu saya memintak sumbangan uang layaknya kernet bus kota yang meminta uang kepada penumpang. Uang ini akan di pergunakan untuk membeli logistic, saya kenakan Rp 20.000 /orang. Setelah uang terkumpul saya dan Huda pun bergegas kepasar untuk berburu *babi hutan,ular, dan kelinci* eh serem amat,,, maksudnya untuk berburu logistic orang normal bukan berburu logistic orang hutan. Hhe..
Sesampainya dipasar saya langsung hunting menu makan, untuk membeli makanan ringan, makan malam dan makan pagi dengan ganasnya saya berburu sampai-sampai semua yang di jual di pasar tersebut mau saya borong, mengingat uang yang saya bawa minim… ya akhirnya tidak jadi saya borong melainkan tawar menawar dengan pedangan, layaknya *seorang mahasiswa yang sedang sidang skripsi yang mencoba mempertahankan apa yang dia ucapkan*, setelah melalui tahapan tawar-menawar dengan beberapa pedagang akhirnya saya mendapatkan yang saya cari dengan mengeluarkan uang yang sedikit *dalam hati saya cuma bisa bersyukur karena camping di pantai tidak bakal kelaparan hhe*. Merasa sudah cukup hunting berburu logistic saya dan Huda kembali ke rumah.
Semua sudah tertata dari perlengkapan camping dan logistic kami segera berangkat jarum jam sudah menunjukan jam 3 sore karena saya tidak mau sampai di pantai matahari sudah tenggelam. kata orang, pantai itu paling bagus di nikmati saat matahari tenggelam dan matahari terbit, makanya saya dan temen-temen bergegas untuk memcau kecepatan. Brumm… brumm… brumm suara sepeda montor pun sudah menyala dan siap untuk mengejar matahari yang tenggelam di pantai bondo.
Tapi na’as matahari itu pun sudah tidak menampakan sinarnya waktu saya sampai di kota jepara *fiuh. Saya menghela nafas kekecewaan karena tidak bisa menikmati matahari tenggelam pertama kali di pantai. Tidak apalah walaupun tidak bisa menikmati matahari tenggelam saya masih menaruh harapan menikmati dinginya pantai dengan canda tawa temen-temen dengan menyalakan api unggun dan berharap ke esokan harinya bisa melihat matahari terbit.
Kami tiba dipantai bondo jam 8 malam, saya tidak mendengarkan suara orang satupun dipantai ini yang terdengar hanya suara obak *biyuk.. biyuk.. biyuk* suaranya aneh ya kayak suara setelah kita buang air besar trus menyiramnya *hha soalanya saya tidak bisa menirukan suara obak jadi ya begitu bunyinya.
Ternyata benar pantai ini memang sepi, dan tidak ada orang satupun yang camping di pantai seindah ini, walaupun tidak bisa menikmati matahari tenggelam, cuaca malam itupun terbayar sudah dengan cerahnya malam itu,sayangnya kamera yang saya bawa tidak bisa merekam keindahan bintang-bintang dan cerahnya bulan waktu itu *maklum kamera hp*, setelah kami memarkirkan sepeda montor kami pun bergegas untuk mendirikan tenda untuk menikmati malam dan segera mempersiapkan menu makan malam.
Setengah jam kemudian setelah tenda terpasang *Taraaaaaaa…. Suara saya menggemparkan keheningan malam itu di pantai, teman-teman pun mengalihkan perhatianya ke saya semua, yang tadinya sedang asik menikmati ombak. Serentak suara terdengar satu persatu dari teman-teman kenapa! Ada apa! Dengan wajah polos saya tersenyum dan berkata ini loh menu makan ala keong buat malam ini sudah siap di santap.
Satu persatu teman-teman mendekat dan mengambil makanan yang sudah saya hidangkan, semua makan dengan lahap, karena saya penasaran dengan masakan ala keong malam itu saya meminta pendapat kepada teman-teman, *gimana rasanya bro?!* serentak jawabanya *enak betul bro masakan mu, tapi….* wah, seketika saya berkata udah tidak usah di teruskan tapinya, ayo buruan dihabiskan makanya. *dalam hati saya Cuma berfikir ini teman-teman memuji atau emang kelaparan ya?!* soalnya kata *enak itu ada dua macam. Kata enak yang pertama itu karena masakannya bener-bener enak, kata enak kedua itu karena terpaksa karena lapar dan tidak ada makanan lain selain masakan saya kalaupun ada yang jual makanan di pantai waktu itu pasti teman-teman pada pilih beli makanannya ketimbang makanan buatan saya. Karena saya suka memuji diri sendiri pasti temen-temen yang makanya dengan lahap itu karena enak yang pertama.
Mau bukti sobat keong?! Kapan-kapan ikut ngetrip ngeong bareng saya deh kalo tidak percaya masakan saya enak *hhi
Akhirnya makanan yang saya buat habis dan ludes disantap malam itu, setelah makan kami mencari kayu untuk membuat api unggun malam, dan menikmati ombak pantai di malam hari, tapi ternyata setelah kami sadari bahwa di pantai itu tidak ada angin sama sekali sehingga kita pada telanjang dada lakyaknya *penjaga pantai yang badanya berotot* setelah saya perhatikan tubuh temen-temen satuper satu tidak ada yang seperti penjaga pantai, ada yang cungkring, sedang dan na’asnya tubuh saya yang bulat sendiri (dibaca: gendut) hhe.
Jam sudah menunjukan pukul 4 pagi satu persatu pada masuk dalam tenda untuk beristirahat sejenak dan alaram di hendphone di nyalakan jam 5 pagi supaya bisa menyambut mentari pagi. Tapi kenapa, setiap mendekati matahari terbit mata ini tidak sanggup lagi untuk menyapa mentari pagi, kebiasaan di gunungpun ternyata kebawa di pantai semua tertidur lelap saya pun ikut tertidur karena capek seharian bercerita masalalu di waktu masih memakai seragam putih abu-abu (dibaca: pelajar).
Satu persatu alaram berbunyi tidak ada satupun yang bangun untuk menyapa mentari pagi waktu itu, hasilnya kami bangun jam 8 pagi, sekali lagi moment yang terindah di pantai terlewatkan sudah karena seharian begadang.
Mungkin lain waktu pengalaman ini bisa saya jadi pelajaran buat ngeong di pantai selanjutnya untuk mempersiapkan waktu dan semuanya, untuk menyambut matahari tenggelam dan matahari terbit di manapun.
Pelajaran kali ini yang saya dapat “Waktu adalah moment yang terindah yang tidak boleh disia-siakan dalam hidup”.
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya